Penghujung syawal sudah berada di depan mata. Bulan Dzulqaidah akan segera datang dan kita akan meninggalkan bulan syawal. Minggu 16 september merupakan hari dimana bulan akan mencapai fase bulan baru dan konjungsi terjadi pada pagi pukul 09.12 WIB. Selang beberapa jam matahari pun akan terbenam dan ketinggian bulan sudah barang tentu diatas 1º. Namun sebuah pertanyaan muncul yaitu Mungkinkah di hari itu juga selang konjungsi beberapa jam hilal dapat diamati? Berikut data astronomis bulan baru 16 September 2012 yang dapat digunakan sebagai acuan pengamatan hilal awal bulan Dzulqaidah.
Data Astronomis Tanggal 16 September 2012
New Moon/Konjungsi/Ijtima | : | Minggu 16 September 2012 pukul 09.12 WIB |
Lokasi dan Tanggal | : | Yogyakarta (7° 45′ LS, 110° 23′ BT), 16 September 2012 |
Data Matahari | ||
Matahari Terbenam | : | 17:35 WIB |
Azimuth | : | 272º 18,215′ |
Data Bulan | ||
Ketinggian Bulan saat matahari terbenam | : | 1º 28,1′ |
Azimuth bulan saat matahari terbenam | : | 266º 50,7′ |
Umur bulan | : | 8 Jam 23 Menit |
Elongasi | : | 5º 55′ 21″ |
Bulan tenggelam | : | 17.44 WIB |
Azimuth bulan tenggelam | : | 266º 29,9′ |
Beda azimuth | : | 5º 89′ |
Data Astronomis Tanggal 17 September 2012
New Moon/Konjungsi/Ijtima | : | Minggu 16 September 2012 pukul 09.12 WIB |
Lokasi dan Tanggal | : | Yogyakarta (7° 45′ LS, 110° 23′ BT), 17 September 2012 |
Data Matahari | ||
Matahari Terbenam | : | 17:35 WIB |
Azimuth | : | 271º 54′ |
Data Bulan | ||
Ketinggian Bulan saat matahari terbenam | : | 13º 54,3′ |
Azimuth bulan saat matahari terbenam | : | 263º 38,8′ |
Umur bulan | : | 33 Jam 47 Menit |
Elongasi | : | 17º 32′ 21″ |
Bulan tenggelam | : | 18.39 WIB |
Azimuth bulan tenggelam | : | 261º 17,4′ |
Beda azimuth | : | 10º 37′ |
Mengacu pada data yang ada, bulan pada hari Minggu 16 September 2012, bulan hanya mencapai ketinggian 1º 28,1′ dan peta visibilitas hilal menunjukkan bahwa hilal tidak dapat dilihat oleh mata maupun dengan bantuan alat optik seperti teleskop dan binokular. Sehingga jika anda akan melakukan pengamatan hilal disarankan pengamatan dilakukan pada hari Senin 17 September 2012 saat hilal mencapai ketinggian 13º 54,3′.
Menurut kriteria-kriteria yang ada di Indonesia maka 1 Dzulqaidah jatuh pada:
Kriteria
|
Tanggal
| |
Kriteria Rukyat Hilal | : | 17 September 2012 |
Kriteria Hisab Imkanur Rukyat | : | 17 September 2012 |
Kriteria Hisab Wujudul Hilal | : | 16 September 2012 |
Kriteria Kalender Hijriyah Global | : | Zona Timur 17 September 2012 dan Zona Barat 18September 2012 |
Kriteria Rukyat Hilal Arab Saudi | : | 17 September 2012 |
Keterangan Kriteria Hilal (Dikutip dari Rukyatulhilal.org)
1. Menurut Kriteria Rukyat Hilal ( Teori Visibilitas Hilal )
Teori Visibilitas Hilal terbaru telah dibangun oleh para astronom dalam proyek pengamatan hilal global yang dikenal sebagai Islamic Crescent Observation Project (ICOP) berpusat di Yordania berdasar pada sekitar 700 lebih data observasi hilal yang dianggap valid. Teori ini menyatakan bahwa hilal hanya mungkin bisa dirukyat jika jarak sudut Bulan dan Matahari minimal 6,4° (sebelumnya 7°) yang dikenal sebagai “Limit Danjon”. Kurva Visibilitas Hilal sebagai hasil perhitungan teori tersebut mengindikasikan bahwa untuk wilayah sekitar Katulistiwa (Indonesia) hilal baru mungkin dapat dirukyat menggunakan mata telanjang minimal pada ketinggian di atas 6°. Di bawah itu hingga ketinggian di atas 4° diperlukan alat bantu penglihatan seperti teleskop dan sejenisnya.
Teori Visibilitas Hilal terbaru telah dibangun oleh para astronom dalam proyek pengamatan hilal global yang dikenal sebagai Islamic Crescent Observation Project (ICOP) berpusat di Yordania berdasar pada sekitar 700 lebih data observasi hilal yang dianggap valid. Teori ini menyatakan bahwa hilal hanya mungkin bisa dirukyat jika jarak sudut Bulan dan Matahari minimal 6,4° (sebelumnya 7°) yang dikenal sebagai “Limit Danjon”. Kurva Visibilitas Hilal sebagai hasil perhitungan teori tersebut mengindikasikan bahwa untuk wilayah sekitar Katulistiwa (Indonesia) hilal baru mungkin dapat dirukyat menggunakan mata telanjang minimal pada ketinggian di atas 6°. Di bawah itu hingga ketinggian di atas 4° diperlukan alat bantu penglihatan seperti teleskop dan sejenisnya.
Nahdlatul Ulama (NU) yang menggunakan rukyat sebagai dasar penentuan awal bulan masih mengakui kesaksian rukyat asalkan ketinggiannya di atas batas imkanurrukyat 2° bahkan hanya dengan mata telanjang. Sementara dalam penyusunan kalendernya NU menggunakan kriteria imkanurrukyat 2° tanpa syarat elongasi dan umur Hilal.
2. Menurut Kriteria Hisab Imkanur Rukyat
Pemerintah RI melalui pertemuan Menteri-menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) menetapkan kriteria yang disebut Imkanurrukyat yang dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan bulan pada Kalender Islam negara-negara tersebut yang menyatakan :
Pemerintah RI melalui pertemuan Menteri-menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) menetapkan kriteria yang disebut Imkanurrukyat yang dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan bulan pada Kalender Islam negara-negara tersebut yang menyatakan :
Hilal dianggap terlihat dan keesokannya ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah berikutnya apabila memenuhi salah satu syarat-syarat berikut:
- Ketika Matahari terbenam, ketinggian Bulan di atas horison tidak kurang dari 2° dan
- Jarak lengkung Bulan-Matahari (sudut elongasi) tidak kurang dari 3°. Atau
- Ketika Bulan terbenam, umur Bulan tidak kurang dari 8 jam selepas konjungsi/ijtimak berlaku.
Kriteria inilah yang menjadi pedoman Pemerintah RI untuk menyusun kalender Taqwim Standard Indonesia yang digunakan dalam penentuan hari libur nasional secara resmi. Dengan kriteria ini pula keputusan Sidang Isbat Penentuan Awal Bulan Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah “bisa ditebak hasilnya”. Ormas Persatuan Islam (Persis) belakangan telah mengadopsi kriteria ini sebagai dasar penetapan awal bulannya. Belakangan kriteria ini hanya dipakai oleh Indonesia dan Malaysia sementara Singapura menggunakan Hisab Wujudul Hilal dan Brunei Darussalam menggunakan Rukyatul Hilal berdasar Teori Visibilitas.
3. Menurut Kriteria Hisab Wujudul Hilal
Muhammadiyah dalam penyusunan kalender Hijriyah baik untuk keperluan sosial maupun ibadahnya (Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah) menggunakan kriteria yang dinamakan “Hisab Hakiki Wujudul Hilal”. Kriteria ini menyatakan bahwa awal bulan Hijriyah dimulai apabila telah terpenuhi tiga kriteria berikut:
Muhammadiyah dalam penyusunan kalender Hijriyah baik untuk keperluan sosial maupun ibadahnya (Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah) menggunakan kriteria yang dinamakan “Hisab Hakiki Wujudul Hilal”. Kriteria ini menyatakan bahwa awal bulan Hijriyah dimulai apabila telah terpenuhi tiga kriteria berikut:
- telah terjadi ijtimak (konjungsi),
- ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan
- pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud).
Ketiga kriteria ini penggunaannya adalah secara kumulatif, dalam arti ketiganya harus terpenuhi sekaligus. Apabila salah satu tidak terpenuhi, maka bulan baru belum mulai. Atau dalam bahasa sederhanya dapat diterjemahkan sebagai berikut: “Jika setelah terjadi ijtimak, Bulan terbenam setelah terbenamnya Matahari maka malam itu ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah tanpa melihat berapapun sudut ketinggian Bulan saat Matahari terbenam”.
4. Menurut Kriteria Kalender Hijriyah Global
Universal Hejri Calendar (UHC) merupakan Kalender Hijriyah Global usulan dari Komite Mawaqit dari Arab Union for Astronomy and Space Sciences (AUASS) berdasarkan hasil Konferensi Ke-2 Atronomi Islam di Amman Jordania pada tahun 2001. Kalender universal ini membagi wilayah dunia menjadi 2 region sehingga sering disebut Bizonal Hejri Calendar. Zona Timur meliputi 180° BT ~ 20° BB sedangkan Zona Barat meliputi 20° BB ~ Benua Amerika. Adapun kriteria yang digunakan tetap mengacu pada visibilitas hilal (Limit Danjon).
Universal Hejri Calendar (UHC) merupakan Kalender Hijriyah Global usulan dari Komite Mawaqit dari Arab Union for Astronomy and Space Sciences (AUASS) berdasarkan hasil Konferensi Ke-2 Atronomi Islam di Amman Jordania pada tahun 2001. Kalender universal ini membagi wilayah dunia menjadi 2 region sehingga sering disebut Bizonal Hejri Calendar. Zona Timur meliputi 180° BT ~ 20° BB sedangkan Zona Barat meliputi 20° BB ~ Benua Amerika. Adapun kriteria yang digunakan tetap mengacu pada visibilitas hilal (Limit Danjon).
5. Menurut Kriteria Rukyat Hilal Arab Saudi
Kurangnya pemahaman terhadap perkembangan dan modernisasi ilmu falak yang dimiliki oleh para perukyat sering menyebabkan terjadinya kesalahan identifikasi terhadap obyek yang disebut “Hilal” baik yang “sengaja salah” maupun yang tidak disengaja. Klaim terhadap kenampakan hilal oleh seeorang atau kelompok perukyat pada saat hilal masih berada di bawah “limit visibilitas” atau bahkan saat hilal sudah di bawah ufuk sering terjadi. Sudah bukan berita baru lagi bahwa Saudi kerap kali melakukan istbat terhadap laporan rukyat yang “kontroversi”.
Kurangnya pemahaman terhadap perkembangan dan modernisasi ilmu falak yang dimiliki oleh para perukyat sering menyebabkan terjadinya kesalahan identifikasi terhadap obyek yang disebut “Hilal” baik yang “sengaja salah” maupun yang tidak disengaja. Klaim terhadap kenampakan hilal oleh seeorang atau kelompok perukyat pada saat hilal masih berada di bawah “limit visibilitas” atau bahkan saat hilal sudah di bawah ufuk sering terjadi. Sudah bukan berita baru lagi bahwa Saudi kerap kali melakukan istbat terhadap laporan rukyat yang “kontroversi”.
Kalender resmi Saudi yang dinamakan “Ummul Qura” yang telah berkali-kali mengganti kriterianya hanya diperuntukkan sebagai kalender untuk kepentingan non ibadah. Sementara untuk ibadah Saudi tetap menggunakan rukyat hilal sebagai dasar penetapannya. Sayangnya penetapan ini sering hanya berdasarkan pada laporan rukyat dari seseorang tanpa terlebih dahulu melakukan klarifikasi dan konfirmasi terhadap kebenaran laporan tersebut apakah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah sains astronomi khususnya Teori Visibilitas Hilal.
0 komentar:
Posting Komentar